Pernahkah kamu merasa cemas justru saat hidupmu sedang berjalan baik? Merasa tidak layak bahagia? Atau saat akhirnya bisa senang, kamu malah menolak atau merusaknya sendiri? Aku juga pernah merasakannya. Seakan ada tembok tak terlihat yang menahan kebahagiaan masuk. Semakin kita mengabaikannya, semakin besar rasa takut itu tumbuh.
Mengapa Kita Takut Bahagia?
Tidak semua orang merasa aman saat bahagia. Terkadang, kita justru takut. Kenapa? Karena pengalaman masa lalu yang menyakitkan membuat kita menganggap kebahagiaan itu berbahaya. Kita belajar bahwa setiap kebahagiaan akan diikuti kekecewaan.
Ada juga yang merasa tidak layak: “Aku nggak pantas bahagia.” Keyakinan ini bisa terbentuk dari pola asuh, kritik, atau pengalaman ditolak. Ada juga yang takut kecewa jika kebahagiaan itu hilang. Atau merasa bersalah karena orang di sekitar kita menderita.
Semua ini adalah jejak luka lama yang belum kita selesaikan.
Bagaimana Luka Lama Menghalangi Bahagia?
Luka batin sering membuat kita sabotase diri. Kita menolak kesempatan, merusak hubungan, atau menunda mimpi. Seolah-olah kita ingin melindungi diri dari sakit, padahal kita hanya mengurung diri dalam rasa takut.
Baca juga : Luka yang Tak Terlihat: Mengapa Masa Lalu Bisa Mempengaruhi Pernikahan Kita
Bagaimana Mulai Menerima Bahagia?
- Sadari polanya. Kenali kapan kamu mundur saat hampir bahagia.
- Pelan-pelan belajar menerima. Bahagia tidak harus sempurna.
- Validasi rasa takutmu. Katakan, “Aku boleh takut, tapi aku juga boleh bahagia.”
- Cari dukungan dari orang yang bisa dipercaya.
- Rayakan hal-hal kecil setiap hari.
Takut bahagia bukan tanda lemah. Itu artinya ada bagian dalam diri kita yang masih butuh dipeluk. Pelan-pelan saja. Kamu tidak harus sempurna untuk boleh merasa bahagia.
Hari ini, tanyakan pada dirimu: “Apakah aku mau mengizinkan diriku untuk bahagia, meskipun takut?”
Salam hangat, Leonardus Devi
Referensi:
- Gilbert, P. (2010). The Compassionate Mind. New Harbinger Publications.
- Brown, B. (2012). Daring Greatly. Gotham Books.
- American Psychological Association (APA). (2022). Why We Fear Happiness.