Kisah tentang sepasang kekasih yang meninggal hanya dalam beberapa hari setelah yang lainnya pergi seringkali membuat kita terenyuh. Sindrom patah hati, seperti yang kita kenal dalam film dan berita, bukanlah sekadar mitos. Ini adalah kondisi nyata yang bisa mempengaruhi kesehatan fisik kita, terutama jantung, akibat stres emosional yang hebat. Mari kita pelajari lebih dalam tentang sindrom ini.
baca juga : Konseling itu sama dengan Curhat gak sih?
Apa itu Broken Heart Syndrome?
Broken Heart Syndrome, atau sindrom patah hati, adalah kondisi di mana seseorang mengalami gejala mirip serangan jantung, seperti nyeri dada dan sesak napas, namun disebabkan oleh stres emosional, bukan penyumbatan arteri. Ini bisa dipicu oleh peristiwa-traumatik seperti kematian orang yang dicintai, kecelakaan serius, atau bencana alam.
Penyebab dan Gejala Broken Heart Syndrome
Stres emosional yang ekstrem memicu pelepasan hormon stres, seperti adrenalin, yang bisa menyebabkan kerusakan pada otot jantung. Ini bisa membuat ventrikel kiri jantung melemah dan tidak efektif memompa darah. Gejala yang umum meliputi nyeri dada, sesak napas, pusing, dan tekanan darah rendah.
Bagaimana Menangani Broken Heart Syndrome?
Pengobatan untuk sindrom ini tergantung pada tingkat keparahan gejala. Biasanya melibatkan penggunaan obat-obatan seperti beta-blocker dan diuretik, serta program rehabilitasi jantung. Penting juga untuk mengurangi stres dengan meditasi, olahraga, atau konseling.

Jadi, walaupun sindrom patah hati terasa seperti kisah fiksi, ini adalah kondisi yang nyata dengan konsekuensi serius. Dengan pengobatan yang tepat dan dukungan yang memadai, banyak kasus sindrom patah hati bisa diatasi. Jangan ragu untuk mencari bantuan medis jika Anda atau seseorang yang Anda cintai mengalami gejala yang mungkin terkait dengan sindrom ini.
Sumber:
- DiLonardo, M.J. (April, 2022). Broken Heart Syndrome. Diakses dari https://www.webmd.com/heart-disease/can-you-die-broken-heart
- Harvard Health Publishing. (Mei, 2022). Takotsubo Cardiomypathy (broken heart syndrome). Diakses dari https://www.health.harvard.edu/heart-health/takotsubo-cardiomyopathy-broken-heart-syndrome
- Lacey, C., Mulder, R., Bridgman, P., Kimber, B., Zarifeh, J., Kennedy, M., & Cameron, V. (2014). Broken heart syndrome — is it a psychosomatic disorder?. Journal of psychosomatic research, 77(2), 158–160. https://doi.org/10.1016/j.jpsychores.2014.05.003
- Prasad, A., Lerman, A., & Rihal, C. S. (2008). Apical ballooning syndrome (Tako-Tsubo or stress cardiomyopathy): a mimic of acute myocardial infarction. American heart journal, 155(3), 408–417. https://doi.org/10.1016/j.ahj.2007.11.008
- Schafer, J. (Desember, 2016). Broken Heart Syndrome. Diakses dari https://www.psychologytoday.com/intl/blog/let-their-words-do-the-talking/201612/broken-heart-syndrome
- Therkleson, T., & Stronach, S. (2015). Broken Heart Syndrome: A Typical Case. Journal of holistic nursing : official journal of the American Holistic Nurses’ Association, 33(4), 345–350. https://doi.org/10.1177/0898010115569883
- Wittstein, I.A. Broken Heart Syndrome. Diakses dari https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/broken-heart-syndrome
Pingback: Mengatasi Quarter Life Crisis: 4 Langkah Sederhana yang Membantu - bantu kamu #jadilebihbaik